Al-Banjari, sebuah seni tradisi yang memadukan lantunan syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW dengan tabuhan rebana yang rancak, telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Muslim di Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan. Seni ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga media dakwah yang efektif, sarana pendidikan karakter, dan perekat persaudaraan.
Sejarah dan Perkembangan
Al-Banjari, yang merujuk pada nisbah ulama asal keturunan tanah Banjar atau Kesultanan Banjar, memiliki akar sejarah yang kuat di Kalimantan Selatan. Salah satu tokoh sentral dalam perkembangan Al-Banjari adalah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, ulama besar yang dikenal dengan karyanya, Sabilal Muhtadin. Beliau tidak hanya dikenal sebagai ahli fikih, tetapi juga sebagai pencinta seni yang menggunakan syair dan musik sebagai sarana dakwah.
Seiring berjalannya waktu, Al-Banjari mengalami perkembangan yang dinamis. Syair-syair yang dilantunkan tidak hanya berisi pujian kepada Nabi, tetapi juga mengandung nasihat-nasihat bijak, kisah-kisah teladan, dan pesan-pesan moral. Aransemen musik pun semakin beragam, dengan variasi ritme dan pola tabuhan rebana yang menarik.
Fungsi dan Makna
Al-Banjari memiliki fungsi dan makna yang mendalam bagi masyarakat Muslim. Seni ini tidak hanya menjadi sarana hiburan yang menyejukkan hati, tetapi juga:
Al-Banjari di Era Modern
Di era modern, Al-Banjari tetap eksis dan bahkan semakin populer. Banyak kelompok Al-Banjari yang bermunculan, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga berinovasi dengan menciptakan aransemen musik yang lebih segar dan menarik, tanpa meninggalkan esensi dari Al-Banjari itu sendiri.
Al-Banjari juga semakin dikenal luas melalui berbagai platform media, seperti YouTube, Instagram, dan Facebook. Hal ini memudahkan masyarakat untuk mengakses dan menikmati seni tradisi ini, serta memperkenalkan Al-Banjari kepada generasi muda.
Copyright © 2025 SMK NEGERI 9 MALANG